Haluan BMT 2020 : Tonggak Sejarah Perkembangan BMT


kjks-bmtbum, Sebagaimana telah disinggung, pada era 70-an di dunia dan era 80-an di Indonesia, wacana ekonomi dan keuangan Islam benar-benar semarak, khususnya di kalangan terpelajar. Meski sedikit terlambat mengakomodasi ini, lokakarya Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya memberi rekomendasi agar didirikan lembaga perbankan syariah pada tahun 1990. Proses pendirian bank syariah yang tak mudah dan hanya melibatkan sedikit orang, membuat sebagian orang lainnya mencari kemungkinan yang seiring sejalan dengan rekomendasi itu. 


Salah satu uji coba yang cukup berhasil dan kemudian tumbuh kembang adalah pendirian dan operasionalisasi BMT. Belakangan, perkembangan BMT tidak sekadar mengganti bank, namun menjalankan berbagai fungsi yang tidak mampu diselenggarakan dengan baik oleh Bank Syariah sekalipun. Selain soal masih banyaknya orang atau usaha mikro yang unbankable, BMT berhasil mengakomodasi budaya lokal dalam aspek operasionalnya. Ciri dan identitas masyarakat lokal pada umumnya tercermin dalam dinamika BMT yang eksis di wilayah itu. 

Tonggak penting lain yang memperkuat gerakan BMT adalah didirikannya Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) pada tahun 1995 oleh Ketua Umum MUI, Ketua Umum ICMI dan Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia. Selanjutnya, Pinbuk lebih dikenal luas sebagai jejaring Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) dalam soal pemberdayaan ekonomi umat. Pinbuk yang tercatat paling banyak memperkenalkan serta mempopulerkan istilah BMT. Pinbuk pula yang paling giat mendorong pendirian BMT di berbagai wilayah, disertai dengan bantuan teknis awal untuk operasionalisasinya. Pinbuk banyak mengadakan forum ilmiah, menerbitkan buku-buku petunjuk teknis, mengadakan pelatihan, mengembangkan jaringan kerjasama, dan sebagainya yang memudahkan masyarakat mendirikan dan mengelola BMT secara baik. Bahkan, ada beberapa lembaga keuangan mikro syariah yang telah beroperasi sebelumnya pun bertransformasi menjadi BMT. 

Tonggak penting lainnya berupa keterlibatan secara aktif dari Dompet Dhuafa (DD) Republika, suatu lembaga yang menghimpun sumbangan berupa ZIS (Zakat, Infak, dan Sedekah). Para pegiat DD telah sejak awal melihat konsep gerakan BMT sangat baik dan bersesuaian dengan visi pemberdayaan yang mereka miliki. Setelah melalui diskusi intensif dan studi lapangan pada BMT Bina Insan Kamil, DD menggelar tiga acara pendidikan dan pelatihan (diklat). Diklat pertama dilakukan di BPRS Amanah Umah di Leuwiliang Bogor pada September 1994. Diklat kedua digelar di Baitut Tamwil Binama Semarang pada November 1994. dan diklat ketiga terakhir di Yogyakarta pada bulan Januari 1995. Sebagai tindak lanjut ketiga diklat tersebut, tumbuh dan berkembang sekitar sekitar 60-an BMT pada awal 1995 di lingkungan DD, yang kemudian terus dibina dan dikembangkan secara cukup serius. 

Sekadar informasi, dapat disebut beberapa BMT yang didirikan pada pertengahan tahun 1990-an, yang sampai saat ini masih beroperasi dan mengalami perkembangan yang sangat baik. Baik yang awalnya terkait Pinbuk, Dompet Dhuafa, Muhammadiyah, dan ormas lain, maupun yang secara independen didirikan oleh seorang atau sekelompok orang peduli. Diantaranya adalah: BMT Tamzis, Wonosobo (1992); BMT Binama, Semarang (1992), BMT Bina Umat Sejahtera, Rembang (1995); BMT Marhamah, Wonosobo (1995)); BMT Ben Taqwa, Purwodadi (1996); BMT At Taqwa, Pemalang (1996); BMT Marsalah Mursalah lil Ummah, Pasuruan (1997); dan lain-lain. 

Patut pula untuk dihargai jasa para tokoh awal gerakan BMT, yang secara langsung mendirikan atau mengelola suatu BMT, maupun yang giat membantu pendirian dan perkembangannya di masa awal. Ada beberapa nama yang sangat dikenal, baik dari Pinbuk maupun dari lainnya, yang memberi kontribusi bagi pengembangan konsep BMT. Diantaranya adalah bapak Amin Azis, bapak Aries Mufti, bapak Adiwarman Karim, bapak Ery Sudewo, dan yang lainnya. Penghargaan yang sama juga mesti diberikan pada para penggiat awal BMT, termasuk sebelum lembaga tersebut belum dinamakan demikian, yang lebih banyak bergiat di praktik atau operasional BMT. Para tokoh ini, konseptor maupun operator, secara bersama-sama atau terpisah, telah membuat gerakan BMT mencapai taraf seperti sekarang. 

Dari catatan sejarah, pertengahan tahun 90-an bisa disebut sebagai era pertumbuhan jumlah BMT yang luar biasa pesat. Dalam kurun itulah fenomenanya berubah menjadi gerakan BMT yang bersifat nasional dan cukup masif. Perkembangan BMT kemudian memperoleh “momentum” tambahan akibat krisis ekonomi 1997/1998, dimana salah satu penyebabnya adalah kesempatan akibat kesulitan dan kemudian konsolidasi perbankan. Pada waktu itu dan tahun-tahun sesudahnya, banyak BMT yang tidak terkait langsung dengan Pinbuk ataupun DD Republika berdiri dan turut berkembang. Ada revitalisasi BMT-BMT yang didirikan oleh individu atau sekelompok orang pada era sebelumnya. Ada pula beberapa BMT yang berkaitan erat dengan kelompok tarbiyah Islam, yang dipelopori oleh kalangan terpelajar. 

Secara keseluruhan, BMT kemudian tumbuh secara berlipat dan fantastis. Jutaan orang telah bisa dilayani oleh ribuan BMT dengan jaringan kantor dan jejaring usahanya. Puluhan ribu penggiat BMT secara langsung bisa “hidup”, bekerja sekaligus berjuang, dalam gerakan BMT. Ratusan ribu usaha produktif, sebagian besarnya berukuran mikro (sangat kecil), dapat dibantu untuk tumbuh atau sekurangnya mempertahankan diri. Ratusan ribu orang lainnya berhasil ditolong dari keadaan darurat dalam memenuhi kebutuhan hidup yang vital. 

Kini bisa dikatakan bahwa masyarakat luas telah cukup mengetahui tentang keberadaan BMT. Hal itu didukung oleh fakta keberadaan kantor-kantor pelayanan BMT lengkap dengan papan namanya, terdapat di hampir semua pasar tradisional seantero pulau Jawa. Di pulau Jawa, BMT telah beroperasi dalam pasar tradisional yang relatif kecil, di desa-desa. Selain pasar, BMT berkantor di berbagai masjid, pesantren atau sentra-sentra produksi rakyat. Sedangkan di luar Jawa, kantor BMT mulai banyak terlihat di pasar tradisional yang relatif besar dalam daerah perkotaan. 

Statistik yang akurat tentang BMT memang belum tersedia dan tak sepenuhnya dapat diverifikasi saat ini. Pinbuk pernah mengemukakan data dan memiliki daftar rinciannya bahwa sampai dengan pertengahan tahun 2006, terdapat sekitar 3200 BMT yang beroperasi di Indonesia. Pinbuk juga membuat perkiraan akan aset total BMT, yang diperhitungkan telah mencapai Rp 1,5 trilyun pada tahun 2005 dan Rp 2 triliun pada tahun 2006. Anggota dan calon anggota yang dilayani pada dianggap sekitar 3 juta orang. 

Berdasar data Perhimpunan BMT Indonesia, dilengkapi pencermatan atas data Pinbuk, data kementerian koperasi, serta beberapa penelitian terpisah, maka diperkirakan ada sekitar 3.900 BMT yang operasional sampai dengan akhir tahun 2010. Sebagian BMT yang sebelumnya ada dalam daftar Pinbuk memang tidak aktif lagi, namun banyak pula yang baru bermunculan. Total aset yang dikelola mencapai nilai Rp 5 trilyun, nasabah yang dilayani sekitar 3,5 juta orang, dan jumlah pekerja yang mengelola sekitar 20.000 orang. 

Sebagian besar dari 3,5 juta orang nasabah, yang dalam praktik umumnya disebut anggota dan calon anggota karena berbadan hukum koperasi itu adalah mereka yang bergerak di bidang usaha kecil, bahkan usaha mikro atau usaha sangat kecil. Cakupan bidang usaha dan profesi dari mereka yang dilayani sangat luas, mulai dari pedagang sayur, penarik becak, pedagang asongan, pedagang kelontongan, penjahit rumahan, pengrajin kecil, tukang batu, petani, peternak, sampai dengan kontraktor dan usaha jasa yang relatif modern. 

Pertumbuhan kelembagaan dan jumlah nasabah membawa perkembangan yang pesat pula dalam kinerja keuangannya. Dana yang bisa dihimpun bertambah banyak, pembiayaan yang bisa dilakukan naik drastis, dan pada akhirnya aset tumbuh berlipat hanya dalam beberapa tahun. Pada saat bersamaan, BMT telah memberikan pembiayaan melebihi dana yang berhasil dihimpun, yang dimungkinkan oleh semakin membaiknya modal sendiri maupun mulai ada kepercayaan dari bank syariah untuk bekerjasama. Patut dicatat bahwa seluruhnya diberikan kepada UMKM atau perorangan dari rakyat berpendapatan rendah. 

Dengan demikian BMT secara faktual berkembang menjadi salah satu lembaga keuangan mikro (LKM) yang penting di Indonesia, baik dilihat dari kinerja keuangan maupun jumlah masyarakat yang bisa dilayaninya. Segala kelebihan yang biasa dimiliki oleh LKM pun menjadi karakter BMT. Salah satunya, sebagaimana banyak diketahui, LKM lebih tahan terhadap goncangan perekonomian akibat faktor eksternal Indonesia. 

Sejalan dengan tumbuh dan berkembangnya BMT, maka para penggiat BMT mulai sadar akan perlunya suatu kebersamaan yang lebih kuat lagi, sehingga lahir lah berbagai asosiasi. Awalnya adalah asosiasi BMT daerah, seperti asosiasi BMT Surakarta, Asosiasi BMT Klaten, Asosiasi BMT Wonosobo, dan lain-lainn. Pada tanggal 14 juni 2005, Perhimpunan BMT Indonesia, yang sempat dikenal dengan sebutan BMT Center, didirikan di Jakarta oleh 96 BMT, yang merupakan asosiasi atau perhimpunan BMT berskala Nasional yang pertama. Kemudian pada bulan juli 2005, di Auditorium BMT Bina Umat Sejahtera (BUS) Lasem berdirilah asosiasi BMT Jawa Tengah. Pada bulan Desember 2005, melalui Kongres BMT Nasional yang dihadiri oleh BMT-BMT utama diseluruh Indonesia, berdirilah asosiasi Baitul Maal Wat Tamwil Se-Indonesia (ABSINDO). 

Ada juga lembaga atau organisasi yang memiliki kontribusi pada perkembangan BMT dalam dua-tiga tahun terakhir. Mereka memang tidak secara khusus fokus kepada BMT, melainkan kepada ekonomi dan keuangan syariah secara umum. Ada Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), suatu perhimpunan orang dan lembaga berskala nasional yang bergiat dalam upaya mengembangkan kehidupan ekonomi syariah di Indonesia dan lembaga seperti Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES). 

Faktor regulasi ada pula yang mendukung perkembangan BMT dalam beberapa tahun terakhir. Sebelumnya, kebanyakan BMT masih merasa gamang akan status legalnya, karena departemen koperasi hanya mencantumkan dalam peraturan menteri bahwa koperasi dalam operasionalnya dapat menggunakan pola syariah. Akan tetapi semenjak ditetapkannya KEPMEN Nomor 91/KEP/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah, dapat dirasakan bahwa gerakan BMT telah mendapat kepastian hukum. Bahkan, dalam Petunjuk Pelaksanaan (juklak) dan Petunjuk Teknis (juknis) yang dikeluarkan pemerintah, telah terdapat Standar Operasional Prosedur (SOP) maupun Standar Operasional Menejemen (SOM) yang relatif memenuhi harapan BMT dari sisi syariah, sehingga kedepan gerakan BMT dapat segera mentransformasi dirinya kedalam upaya profesionalisme lembaga keuangan syariah dengan menerapkan Ketundukan Syariah (Syariah Compliance) dan Good Corporate Governance (GCG). Permen dimaksud adalah PERMEN Nomor 35.2/PER/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman standar Operasional Manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Usaha Jasa Keuangan Syariah. 

Pada saat Haluan BMT 2020 ini disusun tengah dibahas dua Rancangan Undang-Undang (RUU) yang terkait erat dengan aspek legalitas BMT di masa depan, yakni RUU tentang Lembaga Keuangan Mikro dan RUU tentang Koperasi yang akan mengamandemen UU No. 25/1992. Dari draft dan pembahasan sampai dengan Daftar Isian Masalah (DIM) yang ada telah jelas bahwa koperasi jasa keuangan syariah atau BMT semakin dikukuhkan legalitasnya. 

Sumber :http://islamicfinance.co.id/?p=358