kjks-bmtbum.org - Bengkulu | Sebagai negara agraris, sektor pertanian mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan. Tak heran jika perbankan syariah, tepatnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Safir Bengkulu, melirik sektor ini. Lembaga keuangan ini berencana menjaring potensi bisnis sektor tersebut melalui penyaluran pembiayaan. Menurut Komisaris BPRS Safir Bengkulu, Bambang Sutrisno, tahun ini BPRS tersebut akan mengoptimalkan penyaluran pembiayaan bagi sektor pertanian. Pasalnya, berdasarkan hasil pengkajian BPRS tersebut, sektor pertanian di Bengkulu memiliki potensi bisnis perbankan syariah cukup signifikan.
'
'Kita melihat daerah Bengkulu merupakan daerah pertanian. Banyak areal pertanian dan cukup layak untuk dibiayai. Hal ini bisa mendorong bisnis perbankan syariah,'' kata Bambang kepada Republka, Selasa, (12/2). Bambang menyebutkan, hingga akhir tahun ini, BPRS Safir menargetkan penyaluran pembiayaan hingga Rp 10 miliar. Dari total dana pembiayaan itu, sebanyak 20 persen atau Rp 2 miliar akan disalurkan bagi sektor pertanian. Target penyaluran bagi sektor pertanian ini menunjukkan peningkatan cukup drastis dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada 2007, pembiayaan sektor pertanian hanya tercatat sebesar Rp 200-300 juta dari total pembiayaan disalurkan Rp 4,9 miliar. ''Jadi meningkat dari Rp 200-300 juta menjadi Rp 2 miliar,'' ujar dia yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum (Sekum) Asosiasi Bank Islam Indonesia (Asbisindo) ini. Menurut Bambang, petani yang akan dibiayai bukan merupakan petani besar atau perusahaan tetapi petani berskala kecil atau menengah. SEcara spesifik, kata dia, jenis petani yang akan dibidik adalah para petani karet, kelapa sawit, dan lada.
Alasannya, kata dia, ketiga jenis komoditas pertanian tersebut memiliki prospek bisnis cukup baik saat ini. Bambang menyebutkan, BPRS menargetkan pembiayaan sektor pertanian dapat diserap oleh sekitar 200-300 orang petani. Sedangkan nilai pembiayaan per petani berkisar antara Rp 10 juta hingga Rp 100 juta. Hal tersebut sangat bergantung pada kajian kelayakan petani dalam menerima pembiayaan BPRS. Sementara, margin pembiayaan berkisar antara 15 hingga 22 persen per tahun dengan jangka waktu maksimal tiga tahun.
Mengenai akad, menurut Bambang, BPRS akan menggunakan dua macam akad pembiayaan. Keduanya adalah akad murabahah (jual beli) dan mudarabah (bagi hasil). Rencananya, BPRS akan lebih mendorong penggunaan akad mudarabah dengan alasan, hingga kini akad murabahah masih mendominasi pembiayaan BPRS Safir Bengkulu. Mengenai kinerja tahun lalu, Bambang menyebutkan, aset BPRS Safir Bengkulu pada 2007 tercatat sekitar Rp 5,9 miliar dengan rasio pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing, NPF) berada pada kisaran empat persen.
Sedangkan laba BPRS akhir tahun lalu tercatat sebesar Rp 275 juta. Hingga akhir tahun ini, aset BPRS diharapkan meningkat menjadi Rp 12 miliar. Sedangkan NPF dan laba masing-masing diharapkan menjadi tiga persen dan Rp 600 juta. Bambang berharap, peningkatan porsi pembiayaan pertanian dapat memberikan kontribusi positif bagi pencapaian target aset dan laba tahun ini.
Mengenai sejarah pendiriannya, kata Bambang, BPRS Safir Bengkulu berdiri pada 2004. Pendirian BPRS bertujuan untuk memperluas akses layanan perbankan syariah bagi masyarakat Bengkulu dan sekitarnya. Saat ini, BPRS tersebut berkantor pusat di Jl Salak Raya, No 294 D Lingkar Timur,