kjks-bmtbum.org, JAKARTA -- Pertumbuhan dan perkembangan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) di Indonesia membutuhkan sokongan berupa kelembagaan yang kuat.
Oleh karena itu, Perhimpunan BMT Indonesia bersama Karim Consulting Indonesia melakukan sinergi dan memberlakukan standardisasi terhadap BMT yang berada di bawah naungan perhimpunan. Standardisasi diharapkan dapat meningkatkan kapasitas BMT sekaligus memberikan kenyamanan kepada pengguna jasa BMT.
Ketua Umum Perhimpunan BMT Indonesia Jularso menjelaskan latar belakang di balik pemberlakuan standardisasi ini kepada Republika di sela-sela Silaturahim Nasional BMT 2013 di Batam, Sabtu (26/10).
BMT, kata Jularso, dimulai dari sebuah gerakan yang tidak didesain menjadi sebuah lembaga keuangan yang profesional. Namun, seiring berjalannya waktu, BMT terus bertumbuh dan berkembang, terutama jika ditilik dari semakin besarnya dana yang menjadi amanah masyarakat.
"Sehingga perlu diadakan standardisasi di antara anggota perhimpunan BMT. Akan tetapi, standardisasi di perhimpunan tidak bersifat penyeragaman. Jadi, hanya hal-hal tertentu saja yang dibuat standardisasi," ujar Jularso.
Dia menjelaskan, standardisasi tidak dapat diseragamkan mengingat masing-masing BMT memiliki karakter, khususnya dari sisi produk yang ditawarkan. "Karena keluwesan itulah, BMT menjadi hidup. Kalau dia tidak punya seperti itu, dia kalah dengan yang lain," kata Jularso.
Pendiri Karim Consulting Indonesia Adiwarman Karim menambahkan, standardisasi yang diberlakukan kepada anggota Perhimpunan BMT Indonesia termaktub dalam Islamic Microfinance Standard (IMS).
Keberadaan standar diperlukan, sebab apabila terdapat BMT yang tidak memenuhi standar, seluruh BMT bisa dianggap tidak memiliki standar. "Makanya kita coba buat IMS ini. Supaya semuanya sama dan semua orang yang akan pergi ke BMT merasakan yang sama," ujar Adiwarman.
Adiwarman menyebut standardisasi BMT dilakukan terhadap tiga aspek utama yaitu standar operasional prosedur (SOP), sumber daya manusia (SDM) hingga laporan keuangan. Dari sisi SOP, pelayanan yang diberikan oleh BMT harus memenuhi kualifkasi yang ditetapkan.
Kemudian untuk SDM, perlu sertifikasi sehingga pelanggan dilayani oleh SDM dengan kemampuan dan kompetensi yang telah tersertifikasi. Terakhir dari segi laporan keuangan, haruslah teraudit (audited).
"Mereka juga harus mempunyai dewan pengawas syariah. Mereka-mereka yang sudah penuhi kriteria-kriteria ini, boleh memakai logo IMS," kata Adiwarman.
Sebagai awalan, sebanyak 34 BMT yang tergabung dalam perhimpunan diberikan sertifikat IMS dalam peluncuran IMS hari ini. Pemberian kepada ke 34 BMT itu tak lepas dari telah terpenuhinya kriteria-kriteria yang dijelaskan sebelumnya. "Tentu di kemudian hari, diharapkan semakin banyak BMT yang memperolehnya," ujar Adiwarman.[republika.co.id]